About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

Minggu, 20 Oktober 2013

Kalau Nanti

Bagaimana jika suatu masa aku disembunyikan semesta?
hilang lebih jauh dan tidak tersentuh,
meski kau membuang sauh,
pada dermaga tempat kau mengira aku ada.


Di mana aku tidak akan pernah tahu,
kau sedang menjeritkan puisi-puisi rindu,
menjadikan namaku sebagai amin tiap doamu,


Kepalamu mendongak pada langit lebih lama dari biasanya,
membisikkan pertanyaan yang sama,
pada tiap rasi yang kau temui, perihal di mana aku berada.


Memikul bejana-bejana berisi air mata,
serta rindu-rindu di punggung.
juga lengan kurus mengharap dekap.


Namun aku tidak ditemukan di mana-mana,
aku diculik semesta. disembunyikan di bawah ketiaknya,
entah surga atau neraka,
atau mungkin di antara keduanya.


Entah kapan aku akan kembali,
mungkin tidak sama sekali.
sampai kamu sadar satu-satunya hal
yang bisa menjangkauku adalah doa,
serta mata yang terpejam.


Hadirku hanya di balik kelopak mata serta
hujan yang berjatuhan,
dan kamu, basah mandi kenangan.
Harapku kini, semesta tidak akan menyembunyikan aku,
pun kamu, hingga isi kepala uban semua.


hingga pada saat itu terjadi,
hilang yang abadi.
kamu akan selalu menemukanku di sisi.
tidak, tidak pergi.
aku terlalu mencintaimu untuk angkat kaki.


Repost from @elwa_
Penulis yang tulisannya selalu saya kagumi :)

Rabu, 02 Oktober 2013

Malaikat Saya

Sore tadi saya mengantarkan ibu saya ke terminal. Beliau mau pulang, habis nengokin saya. Tapi tidak sempat memeluknya di ranjang yang sama. Kasihan, dengan jarak yang lumayan jauh, 5 jam perjalanan, beliau pulang pergi hanya sekedar ingin bertemu dengan anaknya. Beliau malaikat saya.

Sambil menunggu penumpang lain, saya menemani beliau di bis. Memanfaatkan waktu yang singkat, kami mengobrol tentang apapun, tentang banyak hal. Di setiap obrolan kami, selalu saja datang pedagang asongan yang menawarkan barang atau makanan persis ke muka kami. Maklum lah, kendaraan umum :)
"Yang, meser nu kitu geura kangge ulang taun restu." Tiba-tiba beliau bilang gitu, sambil nunjuk tempat penyimpanan rokok yang lagi dijajakan pedagangnya. "Kan restu mah tos ulang taun mih, nu basa iyang masihan kaos tea." "Oh uhun nya" ............
Dalam hati, kok bisa ibu saya kepikiran ngomong gitu. Ngasih kado tempat nyimpen rokok buat pacar anaknya. :))))

Bis sudah siap untuk melaju. Saya cium tangannya, kedua pipinya, dan bibirnya. Iya bibir. Kebiasaan kami dari dulu jika sudah pun akan berpisah. And you know? Sekuat tenaga saya menahan tangis saat berpisah. Saya tidak biasa nangis depan beliau. Saya malu. Saya lebih memilih menangis sendirian di kamar seperti sekarang ini.

Sekarang, saya rindu beliau. Ibu saya. Malaikat saya.

Selasa, 01 Oktober 2013

Cafe Mungil



Cafe Mungil.

Di sinilah tempat para remaja menikmati malam bersama gulungan ombak, tiupan angin, dan alunan berbagai genre musik yang membuat suasana semakin meriah. Tempat para remaja menumpahkan kepalanya pada dada pun pundak pasangannya. Tempat para remaja bercumbu dengan kemeriahan. Tempat para remaja menghentak-hentakan kaki dan badannya mengikuti alunan musik. Hangat dan bahagia jika dirasakan setelahnya.
Di sinilah tempat para remaja bersuka cita sampai malam mati, menjemput pagi.

Lagu Thank You For Loving Me ikut menghangatkan suasana. kami tenggelam di dalamnya. Lagu lain pun iri, lalu didendangkanlah musik-musik reggae. Aku hanya duduk manis dan yang lain asyik menggerakkan badannya sesuka hati. Ah, aku memang tak pandai menari. Mataku termanjakan oleh pemandangan di depan mata. Semua ikut menari. semua ikut bergoyang. Kecuali aku. "Ayo ikut joget yang!" katanya sambil mengecup keningku. Aku tersenyum. Silahkanlah, biar bola mataku saja yang menari, melihat kesana-kemari orang-orang yang berkasih dalam tariannya.

Malam sudah menuju pagi. Tak terasa pesanan di atas meja sudah habis. Kami meningggalkan tempat itu dengan terpogoh-pogoh. Dengan membawa segumpal kenangan. Tenagapun habis dimakan kemeriahan malam itu. 

Di sinilah tempat para remaja dimabuk cinta.

Dan aku, selalu rindu tempat itu.

Aku rindu kamu, kekasih.