Pernah tidak kalian mendengar celotehan orang lain atau teman "Enak yah jadi anaknya si A, gak kerja tapi jalan-jalan ke luar negeri terus.."?
Atau "Elo mah enak, tinggal nerusin usaha keluarga lo.." (dikutip dari blog Adhitya Mulya)
Saya berteman dengan banyak kalangan. Ada yang dari keluarga kaya, berada, cukup dan pas-pasan. Tulisan ini bukan bermaksud membandingkan antara si Kaya dan si Miskin. Namun tulisan ini bermaksud untuk membuka pikiran kita agar jangan menilai orang dari kaya dan miskinnya. "Please don't judge people by their money." Karena tanpa disadari kita pasti sering mendengar kalimat "Enak yah jadi dia..."
Mari kita lihat beberapa cerita dari teman saya yang memang berasal dari keluarga pengusaha.
Si A adalah anak dari pengusaha daging sapi. Dulu dia sempat kuliah di salah satu Universitas di Bandung. Namun berhenti di tengah jalan karena beberapa faktor. Bukan.. Bukan masalah biaya. Lalu dia menikah. Dan sekarang meneruskan usaha keluarganya. Omzet yang dihasilkan tiap bulannya bisa sampai ratusan juta. Dia bisa membeli apa saja dari hasil kerja kerasnya.
"Kalau gitu mah enak tinggal jualan daging doang..."
Oh, belum tentu.
Kalian tidak tahu bahwa si A setiap hari akan bangun jam 2 atau 3 pagi untuk menyiapkan daging yang akan dijualnya. Dan baru akan pulang pada sore hari. Begitu terus setiap harinya. Lah kita jam 2 pagi pasti baru mau tidur karena habis begadang nonton bola atau mengerjakan deadline. Dari jam kerjanya pun sudah beda, si A harus lebih giat daripada kita. Dan menjelang Hari Lebaran kadang si A tidak tidur karena harus menyiapkan daging lebih awal. Tidak mudah bukan?
Si B adalah anak dari pengusaha ikan. "Saya itu orang bandel" katanya. Setelah lulus SMA dia tidak meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena udah males kuliah. Akhirnya dia mengambil langkah untuk belajar penerbangan di Susi Air di Papua. Setelah 8 bulan belajar penerbangan di Papua, dia kembali lagi ke Kota asalnya, Pangandaran. Hampir 10 bulan nganggur yang kerjaannya setiap hari cuma nongkrong, minum, balapan, jalan-jalan dan ngabisin duit, baru dia merasa ingin kerja ikut Papinya. Hari pertama, dia belajar bagaimana Papinya bekerja. Bagaimana caranya melelang ikan dan udang. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Namanya juga usaha, ada untung dan ada rugi. Dari untung yang dia dapatkan, dia juga mengalami kerugian cukup besar, yaitu 100 juta rupiah. Dari hasil kerja kerasnya itu, dia bisa membeli rumah sendiri. Dan sekarang dia tidak serumah dengan Papinya, katanya ingin hidup mandiri.
Tidak selesai di situ. Si B mengalami kebangkrutan. Akhirnya awal tahun 2015 dia memilih bekerja ikut temannya di Jakarta. Kantor tersebut bidangnya di barang dan jasa. Tapi ada pembangunan dan kontruksinya juga. Gajinya 3,5 juta per bulan saat itu. "3,5 juta itu pas-pasan banget. Biasanya ga dijatah uang bulanan dan ngabisin puluhan juta tiap bulan, tiba-tiba harus ngadepin itu..." katanya. Sampai-sampai dia harus ngutang ke kantor untuk biaya hidup. Intinya dia tidak biasa digaji orang.
Singkat cerita, temannya menawarkan pekerjaan pembangunan di Pangandaran. Dia terima. Katanya untungnya lumayan besar. Dari situlah si B bisa survive dan menjadi young entreupreneur sampai saat ini.
"Yang jelas sekarang punya kantor di Jakarta. Dan pekerjaan di Pangandaran." tegasnya.
Si C adalah anak dari pengusaha showroom mobil. Dia kuliah di Universitas ternama di Bandung. Lulus dengan hasil yang memuaskan. Apakah dengan hanya mendapat nilai yang bagus dapat menjamin hidupnya sukses? Jelas tidak. Sekarang si C sedang luntang-lantung mencari pekerjaan yang cocok untuknya. Kenapa dia tidak meneruskan usaha Bapaknya?
"Sekarang usaha showroom mobil lagi turun banget. Banyak pesaing di mana-mana. Pengen sih punya usaha sendiri, tapi kerja dulu deh." katanya.
Kesimpulan menurut Adhitya Mulya:
Pertama, tidak ada anak yang meminta dilahirkan kaya atau miskin. Semuanya random. X lahir di keluarga yang kaya, sama randomnya dengan Y yang lahir di ujung kemiskinan. Completely random di mata manusia, namun penuh planning dan maksud dari yang maha Kuasa.
Kedua, cobaan anak kaya dan anak miskin
itu beda. Cobaan anak miskin adalah dengan segala keterbatasan yang ada,
mencari celah kesempatan pendidikan dan usaha yang sama dengan mereka
yang lebih beruntung. Cobaan anak orang kaya ada beberapa
- Bagaimana menggunakan kesempatan yang sudah ada di depan mata, agar mereka tetap sukses.
- Untuk anak pengusaha, bagaimana mereka tetap sepintar dan sebaik generasi sebelumnya, agar bisnis keluarga yang sudah dibangun, tidak hancur di tangan mereka. Dan percayalah, mungkin mereka naik lamborgini, tapi beban mereka tinggi sekali. Dalam konteks: Dulu bapaknya bangun usaha di saat miskin, tapi gak ada saingan. Sekarang, dia harus lanjutkan usaha bapaknya, dengan tantangan ada 13 pesaing. Si anak mungkin tumbuh dengan segala kemudahan tapi tanggung jawabnya lebih berat dari bapaknya. Dan lebih berat dari orang yang menilai dia.
Ketiga, Allah gak pernah salah kasih
rizki kok. Si B yang miskin gak berhak sinis bilang pada si A “idup lo
enak banget ya, umur 18 tahun udah dibeliin rumah”. Lah itu emang rizki
si A kok. Allah gak pernah salah kasih rizki.
Keempat, fakta sudah membuktikan tidak
semua pengusaha sukses itu harus miskin dulu. Emangnya dikira Bill Gates
dulunya gembel? No boss, dia anak orang kaya. Bahkan hidupnya terlalu
mudah sehingga dia punya cukup banyak waktu untuk berpikir dan bermain
utak-atik komputer.
Kelima, beberapa orang kaya, kekayaannya
lestari karena mereka berguna bagi orang lain. Dalam karmanya, ada
banyak yang mendoakan mereka dan kembalinya berlipat. Sementara itu,
maaf saja, gue kenal beberapa keluarga miskin yang memiliki gejala hidup
yang sama. Mereka menganggap diri mereka miskin. Mereka jarang sedekah.
Selalu melihat bahwa mereka yang pantas menerima sedekah. Apa yang
terjadi? rumahnya sering kemalingan. Rizki mereka sering dibobol orang.
Pelajaran yang saya petik:
Terbukti bahwa meneruskan usaha orang tua itu tidak semudah yang orang lain katakan. Butuh waktu yang lama dan mental yang kuat untuk mencapai kesuksesaan yang sama seperti orang tuanya.
Hidup adalah sebuah pilihan. Si A lebih memilih meneruskan usaha keluarganya. Si B memilih tidak meneruskan usaha orang tuanya, namun membuat usaha sendiri sesuai passionnya. Dan si C memilih bekerja di perusahaan orang lain, ketimbang meneruskan usaha Bapaknya. Dan untuk kita yang bukan berasal dari keluarga pengusaha, kita pun layak memilih; mau berhasil atau tidak.
Jangan membandingkan kaya dan miskin. Semua orang (baik kaya maupun miskin) itu harus bekerja keras jika ingin menjadi seorang yang sukses dan berguna untuk orang lain.
Tidak perlu iri dengan dengan rezeki orang lain. Mereka, para pekerja keras layak mendapatkan semuanya.
Ada beberapa kalimat motivasi dari si B
P.S:
1. Terima kasih Kang Adhit untuk tulisannya yang selalu membangun.
2. Untuk si A, B dan C, Thanks for sharing :)
0 komentar:
Posting Komentar