About my Blog

But I must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising pain was born and I will give you a complete account of the system, and expound the actual teachings of the great explorer of the truth, the master-builder of human happiness. No one rejects, dislikes, or avoids pleasure itself, because it is pleasure, but because those who do not know how to pursue pleasure rationally encounter consequences that are extremely painful. Nor again is there anyone who loves or pursues or desires to obtain pain

Kamis, 03 Desember 2015

Jangan Menilai Orang Dari Uangnya

Siapa yang tak kenal Adhitya Mulya, penulis buku (favorit saya) Sabtu Bersama Bapak yang terkenal itu. Beberapa minggu yang lalu saya membaca blog dari Adhitya Mulya. Perlu diketahui bahwa Adhitya Mulya ini adalah penulis favorit saya. Saya sangat menyukai tulisan-tulisannya. Dan saya selalu setuju dengan pendapat yang dituliskan diblognya. Oleh karena itu, saya akan menanggapi dan memberikan beberapa contoh dari tulisannya yang berjudul "Kaya dan Miskin".

Pernah tidak kalian mendengar celotehan orang lain atau teman "Enak yah jadi anaknya si A, gak kerja tapi jalan-jalan ke luar negeri terus.."?

Atau "Elo mah enak, tinggal nerusin usaha keluarga lo.." (dikutip dari blog Adhitya Mulya)

Saya berteman dengan banyak kalangan. Ada yang dari keluarga kaya, berada, cukup dan pas-pasan. Tulisan ini bukan bermaksud membandingkan antara si Kaya dan si Miskin. Namun tulisan ini bermaksud untuk membuka pikiran kita agar jangan menilai orang dari kaya dan miskinnya. "Please don't judge people by their money." Karena tanpa disadari kita pasti sering mendengar kalimat "Enak yah jadi dia..."

Mari kita lihat beberapa cerita dari teman saya yang memang berasal dari keluarga pengusaha.

Si A adalah anak dari pengusaha daging sapi. Dulu dia sempat kuliah di salah satu Universitas di Bandung. Namun berhenti di tengah jalan karena beberapa faktor. Bukan.. Bukan masalah biaya. Lalu dia menikah. Dan sekarang meneruskan usaha keluarganya. Omzet yang dihasilkan tiap bulannya bisa sampai ratusan juta. Dia bisa membeli apa saja dari hasil kerja kerasnya.

"Kalau gitu mah enak tinggal jualan daging doang..."

Oh, belum tentu.

Kalian tidak tahu bahwa si A setiap hari akan bangun jam 2 atau 3 pagi untuk menyiapkan daging yang akan dijualnya. Dan baru akan pulang pada sore hari. Begitu terus setiap harinya. Lah kita jam 2 pagi pasti baru mau tidur karena habis begadang nonton bola atau mengerjakan deadline. Dari jam kerjanya pun sudah beda, si A harus lebih giat daripada kita. Dan menjelang Hari Lebaran kadang si A tidak tidur karena harus menyiapkan daging lebih awal.  Tidak mudah bukan?


Si B adalah anak dari pengusaha ikan. "Saya itu orang bandel" katanya. Setelah lulus SMA dia tidak meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi karena udah males kuliah. Akhirnya dia mengambil langkah untuk belajar penerbangan di Susi Air di Papua. Setelah 8 bulan belajar penerbangan di Papua, dia kembali lagi ke Kota asalnya, Pangandaran. Hampir 10 bulan nganggur yang kerjaannya setiap hari cuma nongkrong, minum, balapan, jalan-jalan dan ngabisin duit, baru dia merasa ingin kerja ikut Papinya. Hari pertama, dia belajar bagaimana Papinya bekerja. Bagaimana caranya melelang ikan dan udang. Ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Namanya juga usaha, ada untung dan ada rugi. Dari untung yang dia dapatkan, dia juga mengalami kerugian cukup besar, yaitu 100 juta rupiah. Dari hasil kerja kerasnya itu, dia bisa membeli rumah sendiri. Dan sekarang dia tidak serumah dengan Papinya, katanya ingin hidup mandiri.

Tidak selesai di situ. Si B mengalami kebangkrutan. Akhirnya awal tahun 2015 dia memilih bekerja ikut temannya di Jakarta. Kantor tersebut bidangnya di barang dan jasa. Tapi ada pembangunan dan kontruksinya juga. Gajinya 3,5 juta per bulan saat itu. "3,5 juta itu pas-pasan banget. Biasanya ga dijatah uang bulanan dan ngabisin puluhan juta tiap bulan, tiba-tiba harus ngadepin itu..." katanya. Sampai-sampai dia harus ngutang ke kantor untuk biaya hidup. Intinya dia tidak biasa digaji orang.
Singkat cerita, temannya menawarkan pekerjaan pembangunan di Pangandaran. Dia terima. Katanya untungnya lumayan besar. Dari situlah si B bisa survive dan menjadi young entreupreneur sampai saat ini. 
"Yang jelas sekarang punya kantor di Jakarta. Dan pekerjaan di Pangandaran." tegasnya.


Si C adalah anak dari pengusaha showroom mobil. Dia kuliah di Universitas ternama di Bandung. Lulus dengan hasil yang memuaskan. Apakah dengan hanya mendapat nilai yang bagus dapat menjamin hidupnya sukses? Jelas tidak. Sekarang si C sedang luntang-lantung mencari pekerjaan yang cocok untuknya. Kenapa dia tidak meneruskan usaha Bapaknya? 

"Sekarang usaha showroom mobil lagi turun banget. Banyak pesaing di mana-mana. Pengen sih punya usaha sendiri, tapi kerja dulu deh." katanya.

Kesimpulan menurut Adhitya Mulya:

Pertama, tidak ada anak yang meminta dilahirkan kaya atau miskin. Semuanya random. X lahir di keluarga yang kaya, sama randomnya dengan Y yang lahir di ujung kemiskinan. Completely random di mata manusia, namun penuh planning dan maksud dari yang maha Kuasa.

Kedua, cobaan anak kaya dan anak miskin itu beda. Cobaan anak miskin adalah dengan segala keterbatasan yang ada, mencari celah kesempatan pendidikan dan usaha yang sama dengan mereka yang lebih beruntung. Cobaan anak orang kaya ada beberapa

  1. Bagaimana menggunakan kesempatan yang sudah ada di depan mata, agar mereka tetap sukses.
  2. Untuk anak pengusaha, bagaimana mereka tetap sepintar dan sebaik generasi sebelumnya, agar bisnis keluarga yang sudah dibangun, tidak hancur di tangan mereka. Dan percayalah, mungkin mereka naik lamborgini, tapi beban mereka tinggi sekali. Dalam konteks: Dulu bapaknya bangun usaha di saat miskin, tapi gak ada saingan. Sekarang, dia harus lanjutkan usaha bapaknya, dengan tantangan ada 13 pesaing. Si anak mungkin tumbuh dengan segala kemudahan tapi tanggung jawabnya lebih berat dari bapaknya. Dan lebih berat dari orang yang menilai dia.

Ketiga, Allah gak pernah salah kasih rizki kok. Si B yang miskin gak berhak sinis bilang pada si A “idup lo enak banget ya, umur 18 tahun udah dibeliin rumah”. Lah itu emang rizki si A kok. Allah gak pernah salah kasih rizki.


Keempat, fakta sudah membuktikan tidak semua pengusaha sukses itu harus miskin dulu. Emangnya dikira Bill Gates dulunya gembel? No boss, dia anak orang kaya. Bahkan hidupnya terlalu mudah sehingga dia punya cukup banyak waktu untuk berpikir dan bermain utak-atik komputer.


Kelima, beberapa orang kaya, kekayaannya lestari karena mereka berguna bagi orang lain. Dalam karmanya, ada banyak yang mendoakan mereka dan kembalinya berlipat. Sementara itu, maaf saja, gue kenal beberapa keluarga miskin yang memiliki gejala hidup yang sama. Mereka menganggap diri mereka miskin. Mereka jarang sedekah. Selalu melihat bahwa mereka yang pantas menerima sedekah. Apa yang terjadi? rumahnya sering kemalingan. Rizki mereka sering dibobol orang.

Keenam, harga dari diri kita gak datang dari harta yang kita punya. Harga dari diri kita datang dari apakah kita berguna bagi diri sendiri dan orang sekitaran.

Pelajaran yang saya petik:

Terbukti bahwa meneruskan usaha orang tua itu tidak semudah yang orang lain katakan. Butuh waktu yang lama dan mental yang kuat untuk mencapai kesuksesaan yang sama seperti orang tuanya. 

Hidup adalah sebuah pilihan. Si A lebih memilih meneruskan usaha keluarganya. Si B memilih tidak meneruskan usaha orang tuanya, namun membuat usaha sendiri sesuai passionnya. Dan si C memilih bekerja di perusahaan orang lain, ketimbang meneruskan usaha Bapaknya. Dan untuk kita yang bukan berasal dari keluarga pengusaha, kita pun layak memilih; mau berhasil atau tidak. 

Jangan membandingkan kaya dan miskin. Semua orang (baik kaya maupun miskin) itu harus bekerja keras jika ingin menjadi seorang yang sukses dan berguna untuk orang lain.

Tidak perlu iri dengan dengan rezeki orang lain. Mereka, para pekerja keras layak mendapatkan semuanya. 

Ada beberapa kalimat motivasi dari si B






P.S: 
1. Terima kasih Kang Adhit untuk tulisannya yang selalu membangun.
2. Untuk si A, B dan C, Thanks for sharing :)

Sabtu, 17 Oktober 2015

Baper Bikin Galau

Suatu hari, temen gue, sebut saja Surti tiba-tiba dateng ke kostan gue. Datang dengan raut wajah yang menyedihkan. Tumben banget nih si Surti murung begini. Biasanya kalau datang ke kostan dia tiba-tiba ngagetin gue kayak polisi yang lagi ngegrebeg tempat prostitusi sambil teriak-teriak kayak macan gila. Tapi kali ini Surti beda. Ada apa dengan Surti?

Karena gue kasian ngeliat mukanya yang murung banget kayak kucing persia yang abis diperkosa kucing kampung, gue mencoba membuka pembicaraan dengan nawarin dia makan.

Gue: "Lo pasti belom makan, yah?"
Surti: "He'eh."
Gue: "Makan dulu dih! Gue beliin nasi padang, mau?
Surti: "Mau sih. Tapi gue gak napsu makan. Nanti aja beliin nasi padangnya."
Gue: "Yee, si kampret!"

Jadi, si Surti ini gak akan nolak kalau dikasih makanan apapun. Mungkin karena dia lagi galau, jadi dia gak napsu makan dan nolak tawaran gue. Oke, gue mulai penasaran apa yang terjadi sama Surti.

Gue: "Lo kenapa sih? Cerita dong!"
Surti: "Gue lagi galau nih. Pengen cerita dari dulu, tapi gue malu."
(Tumben dia malu. Biasanya apa pun akan dia ceritakan sama gue. Kebelet pup pun dia ceritakan)
Gue: "Geuleuh lah pake malu segala. Pasti tentang cinta, yah?"
Surti "..."
Gue: "Hmm... pasti tentang si Jono? Ya kan?"

Surti selalu cerita apapun ke gue. Tapi, jarang tentang percintaannya. Kebanyakan dia cerita tentang kebodohannya, keinginannya yang ingin keliling Indonesia, tapi ke garut aja dia belom pernah, atau keluhannya tentang skripsi yang gak kelar-kelar. Kenapa gue tahu kalau Surti lagi galau sama cowok? Karena dulu Surti pernah kayak gini juga. Mogok makan, gak mandi selama 5 hari, gak senyum-senyum, pokoknya gak ada ceria-cerianya deh. Dan ternyata mantannya nikah sama janda anak 3. *pukpuk Surti*

Surti: "Gue lagi deket sama cowok, temen kampus gue. Gak tau deket dalam artian apa sih. Cuma hampir tiap hari gue bareng ma dia. Dan sekarang gue galau."
Gue: "Lo suka ya ma dia?"
Surti: "Gak tau juga sih. Pokoknya tiap gue bareng dia perasaan gue tenang aja gitu."
Gue: "Ya berarti elo emang suka ma dia, nyet. Bagus lah. Berarti lo masih normal. Eh, tapi kenapa bisa jadi galau?"
Surti: "Tiap hari gue diperlakukan spesial sama dia. Tadinya sih gue biasa aja sama perlakuan dia, tapi makin hari gue makin terbawa suasana. Gue gak mau kepede-an sih sebenernya, cuma cara dia memperlakukan gue itu menurut gue lebih dari teman. Dan sekarang gue galau, dia beneran suka sama gue atau cuma ngnanggep gue temen aja."
Gue: "Perlakukan apa aja misalnya?"
Surti: "Dia selalu nawarin gue makan, bukan hanya ngingetin, tapi dia nawarin makan bareng. Dia juga pernah nganterin makanan ke kostan padahal gue gak nyuruh. Terus kalau gue minta tolong dia gak pernah nolak, dia selalu ngebantuin gue dalam situasi apapun."
Gue: "Gitu yah. Cuma gara-gara itu lo baper ma dia? Coba lo pikir lagi, siapa tau dia nawarin lo makan karena dia cuma kasian sama lo. Atau dia gak enak makan sendirian, jadi nawarin lo makan juga. Terus dia mau nganterin makanan ke kostan lo mungkin karena sebenernya dia mau nganterin makanan buat gebetannya tapi gebetannya gak ada, yaudah makanannya dikasih ke elo. Masalah minta tolong mah udah biasa kali. Emang udah seharusnya cowok nolongin cewek yang lagi kesusahan."
Surti: "Kok lo ngomong gitu sih? Lo kayak yang gak suka kalau gue bahagia."
Gue: "Bukannya gitu, nyet. Gue malah gak mau lo sedih. Kalau lo pengen tau sikap dia ke elo itu emang karena suka atau karena lo cuman temen aja coba lo ikut nongkrong sama dia dan temen-temen cewek dia yang lain. Lo perhatiin tuh sikap dia, perlakuan dia ke temen ceweknya yang lain. Liatin cara bicaranya, tatapannya. Kalau sikap dan perlakuannya sama kayak ke elo, berarti elo gak spesial di mata dia."

Surti hanya terdiam mendengar penjelasan gue. Sebenernya sih gue gak tega ngomong gitu ke Surti. Tapi gue khawatir kalau-kalau Surti gak bisa mengendalikan perasaannya. Dan dia hanya bisa menduga-duga tanpa pernah tau perasaan yang sebenarnya.

Gue: "Kenapa lo gak bilang aja kalau lo suka sama dia?"
Surti: "Ya gengsi lah, nyet."
Gue: "Ngungkapin peraaan kan bukan berarti nembak. Lo cuma ngomong kalau lo suka sama dia. Udah gitu aja.
Surti: "Terus kalau dia gak suka sama gue?"
Gue: "Ya seenggaknya lo jadi tau perasaan dia ke elo gimana. Gak perlu menduga-duga lagi. Walaupun sakit, tapi elo tau yang sebenarnya. Lo gak akan jatuh terlalu dalam."
Surti: "Kalau gue ngungkapin perasaan gue ke dia, pasti nantinya hubungan kita jadi canggung. Gak kayak dulu."
Gue: "Itu sih tergantung elonya. Sebisa mungkin lo jangan beda ke dia. Bersikap biasa aja dan jadi diri sendiri seperti yang biasa elo lakuin. Gue yakin dia juga bakal bersikap biasa ke elo"
Surti: "Hmmm... Gitu ya, nyet... Emang gak salah gue cerita ama lo"
Gue: "Oya, satu lagi, lo gak usah baper kalau belom pernah dicium kening ma dia."
Surti: "Iya.. iya, pakar cinta. Btw, gimana lo sama si itu? Udah jadian?"
Gue: "..."

*kemudian jambak-jambakkan*





Minggu, 13 September 2015

Mempunyai Kesenangan Pada Sesuatu Itu Menyenangkan

Setiap orang pasti punya kesenangan pada sesuatu. Misalnya, senang sama klub bola, pemain bola, artis, penyanyi ataupun grup band. Dan hal tersebut membuat orang-orang (termasuk saya) ingin melihat langsung atau bertemu dengan mereka. Apalagi kalau kesempatan itu ada di depan mata, saya yakin fans akan melakukan apapun agar bisa melihat dan bertemu langsung dengan idolanya.

Saya penyuka banyak hal. Saya suka musik, suka buku, suka olahraga, suka makan (yaiya lah) dan yang pasti saya suka cowok. Hehe. Kalau dikasih kesempatan saya ingin sekali bertemu dengan Paulo Coelho, Fabregas, Celine Dion, Lana Del Rey dan Bon Jovi. Saya juga ingin sekali pergi ke London, melihat langsung Emirates Stadium dan berfoto dengan seluruh pemain Arsenal. Dulu, saat Fabregas datang ke Indonesia saya sedikit agak setres. Oke, mungkin ini terdengar sangat lebay. But trust me, saya benar-benar kecewa karena tidak bisa bertemu dia. Saat itu saya masih kelas 2 SMA. Mencoba minta ijin sama orang tua untuk pergi ke Jakarta, dan ternyata tidak boleh. Sedih banget kan, guys? Iya, kan? Sementara teman-teman saya di twitter dengan girangnya pergi ke GBK untuk melihat Fabregas. Alhasil saya cuma bisa ngurung diri di kamar sambil nangis (bukan nangis di bawah shower, ya) dan sengaja mogok makan supaya Mimih dan Papap kasian melihat anaknya. Tapi, tetap gagal. Saya tetap tidak mendapatkan ijin karena mereka khawatir kalau saya pergi ke Jakarta sendirian. Daaaaan 11 September kemarin saya dikasih kesempatan nonton konser Bon Jovi. It such a greatest thing I've ever had in my live. Terima kasih Ya Allah... Sebelum saya cerita kemeriahan konser kemarin, saya akan cerita sedikit awal saya suka Bon Jovi.

Saya mulai mengenal lagu Bon Jovi saat masih SMP. Itu pun hanya lagu It's My Life saja. Karena saya suka hal-hal baru, saya mencari lagu apalagi yang enak didengar. Dan saat itu saya mulai 'akrab' dengan lagu Always, lagu hits sepanjang masa. Didengar-dengar kok liriknya romantis banget ya. Cocok dengan selera saya. Dan memang Bon Jovi ini terkenal dengan liriknya yang romantis itu. Sebagian orang mungkin berpikir Band Rock kok lagunya menye-menye. Walaupun begitu, tapi lagunya enak, kan? Kalau kata @aMrazing mah lagunya galau tapi gagah. Dan saat SMA saya mulai mengenal lagu-lagu hits Bon Jovi yang lainnya seperti, Thank You For Loving Me, Bed of Roses, Never Say Goodbye, I'll Be There For You, Livin' On A Prayer dan lagu-lagu lainnya.
Saya tahu Bon Jovi akan konser di Jakarta dari twitter. That's why I'm still using twitter. Saya tahu informasi dan gosip-gosip semuanya dari twitter. Saat tahu informasi tersebut, saya senyam-senyum sendiri sepanjang hari dan berpikir bagaimana caranya agar bisa nonton. Seperti biasa, ada drama sedikit dengan orangtua. Karena saya orangnya nekad dan akan melakukan apapun untuk sesuatu yang saya suka, saya pakai uang untuk beli baju lebaran untuk membeli tiket konser. Saya ambil kelas Lower Tribune, karena selain bisa duduk juga karena tempatnya sejajar dengan kelas VIP (padahal uangnya pas-pasan). Dan saat lebaran, saya pun kebingungan pakai baju apa. Hiks.


11 September 2015.

Saya sampai di Jakarta pukul 14.00. Dikarenakan pintu masuk GBK dibuka pada pukul 15.00, terpaksa saya jadi gembel dulu di sekitaran Senayan. Pukul 15.30 saya mulai mengantri di gate yang sudah ditentukan dan masuk stadion pukul 17.00. Konser dimulai pada pukul 19.00 dan dibuka oleh artis youtube, Sam Tsui. Sekitar pukul 20.00 Judika menyanyikan lagu Indonesia Raya, seluruh penonton pun serentak ikut bernyanyi. Pukul 20.30 tanpa basa-basi Bon Jovi langung mengguncang penonton dengan lagu That's The Water Made Me. Dilanjut dengan lagu, Who Says You Can't Go Home, Lost Highway, Raise Your Hand, You Give Love a Bad Name, Born to Be My Baby, We Don't Run, It's My Life, Because We Can, Someday I'll Be Saturday, What About Now, We Got It Going On-ingin, In These Arms, Wanted Dead or Alive, I'll Sleep When I'm Dead hingga Keep The Faith. Setelah itu Bon Jovi seolah-olah mengakhiri konsernya di Jakarta. Jon mengucapkan terimaka kasih dan dia mulai meninggalkan panggung. Serentak semua penonton berteriak "We want more! We want more!" karena merasa belum puas meihat aksi panggung mereka. Tak lama Jon memasuki panggung lagi dan mengguncang penonton dengan lagu Have A Nice Day. Dilanjut dengan lagu Bad Medicine, Runaway, dan ditutup dengan lagu Livin' On A Prayer.

Mereka membawakan 20 hits lagunya dengan sempurna. Namun, sayang konser kedua mereka di Jakarta ini kurang klimaks. Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang tidak puas dengan konser tersebut. Ada beberapa alasan mengapa konser kedua mereka kurang klimaks. Pertama, karena mereka tidak membawakan lagu hits romantisnya seperti, Always, I'll Be There For You, Never Say Goodbye dan Bed Of Roses. Menurut media alasan mengapa mereka tidak membawakan lagu Always, yaitu karena nadanya terlalu tinggi, sedangkan usia Jon sudah berlanjut. Dan juga terdengar kabar bahwa lagu Always dibandrol dengan harga yang sangat mahal. Alhasil dari 20 lagu, saya cuma hafal setengahnya. Satu lagi yang kurang memuaskan adalah setting panggung dan lighting-nya. Dan juga ketiadaan Richie Sambora. Walaupun Phill X tidak kalah keren dari Sambora, tetap saja ada yang kurang. Namun, di luar itu saya sangat sangat sangat salut pada mereka, terutama pada Jon. Bayangkan di umur 53 dia masih bisa berpenampilan maksimal sementara 20 lagu yang ia bawakan bukan lagu slow melaikan lagu yang cukup menguras tenaga, namun penampilannya tetap stabil. Jon juga membuat saya menangis saat membawakan lagu Someday I'll Be Saturday Night yang dibawakan secara acoustic sehingga semua penonton ikut bernyanyi. Saking terharunya saya sampai berkaca-kaca. Sejak saat itu, saya putuskan bahwa Jon Bon Jovi is the sexiest man alive. Udah tua tapi masih keren banget ya ampun... Btw, selamat ya buat Mbak yang dilamar sang kekasih sasat konser. Untung Bon Jovi bawain lagu In These Arms, kan pas tuh sama momennya. Guys, bayangin kalian dilamar pacar di tengah konser dengan backsound yang romantis banget. "Baby I want you. Like the roses want the rain. You know I need you. Like a poet needs the pain. I would give anything. My blood, my love, my life. If you were in these arms tonight" Edan kan liriknya.

Segitu aja cerita dari saya. Mempunyai kesenangan pada sesuatu itu menyenangkan, guys. Mungkin ini terdengar berlebihan. Tapi, percaya deh, kalau kalian bertemu dengan idola kalian pasti akan sangat exited sama seperti saya. Sama halnya dengan orang yang suka traveling, pasti akan sangat bersyukur dan bangga bisa mejejakki tempat-tempat yang diimpikan.

Setidaknya dalam hidup saya pernah melihat langsung konser yang dari dulu saya impikan. Semoga setelah ini saya bisa nonton konser Celine Dion dan Lana Del Rey. Atau bisa pergi ke London bertemu dengan seluruh pemain Arsenal. Ada aamiin?